Wednesday, August 31, 2011

Belajar dari masa kecil Albert Einstein

Pembaca yang berbahagia, Siapa yang tidak kenal Albert Einstein..? Sang jenius fisika penggagas Teori Relativitas. Mungkin sebagian besar kita semua belum mengetahui seperti apa Einstein kecil, dan seperti apa pada saat ia bersekolah. Semoga dengan sedikit mengetahui masa kecilnya kita bisa mendapatkan pelajaran daripadanya.

Einstein seperti juga anak-anak lainnya adalah anak yang pada masa kecilnya biasa-biasa saja bahkan cerderung sebagai anak yang bermasalah dengan sekolah. Einstein adalah anak yang suka membangkang waktu bersekolah dia sering tidak mau mengikuti perintah gurunya malainkan hanya mau mengerjakan apa yang ia sukai yakni yang berhubungan dengan musik, membaca buku-buku sains, dan berlayar.

Einstain kecil tidak mau belajar apa bila ia tidak suka pelajarannya oleh karena itu ia sering bolos pada saat pelajaran bahasa, sastra dan menggambar. Ia membolos untuk melakukan aktivitas yang disukainya tadi. Sehingga pada akhirnya Einstein tidak berhasil lulus SMP, melainkan hanya mendapat keterangan pernah bersekolah SMP dari sekolahnya.

Berbekal surat keterangan tersebut ia nekad berusaha melamar di SMA, sebagian besar sekolah SMA yang didatanginya menolak, namun Einstein dan orang tuanya tidak pernah patah semangat untuk terus mencoba hingga akhirnya ada sekolah SMA yang menerimanya.
Setelah SMA kelakuannya masih sama saja tidak pernah berubah, ia hanya suka pelajaran Matematika dan Fisika saja, jadi Einstein masih sering membolos di pelajaran-pelajaran yang tidak dia sukai, sampai akhirnya ia kembali dinyatakan sebagai anak yang tidak tamat SMA. Dan untuk kedua kalinya ia di nyatakan gagal lagi disekolah.

Namun hebatnya orang tua Einstein tetap mendukung anaknya untuk terus berusaha melanjutkan sekolahnya, bahkan ia ikut membantu dengan berbagai hal agar anaknya bisa terus bersekolah.
Meskipun Einstein tahu ia tidak belum tamat SMA dan tidak punya pernah punya ijazah, ia tetap berani melamar ke perguruan tinggi. Nekad benar ya.. tapi kalau bukan nekad dan keras kepala bukan Einstein namanya.

Tahun 1895 ia melamar di Politeknik Federal, di Zurich Swiss, tapi sayang ia gagal di ujian masuk dan menurut sekolah tsb, usianya pun masih terlalu muda. Lalu dia diminta menamatkan SMAnya terlebih dahulu, baru setelah itu ia melamar lagi dan akhirnya di terima sebagai mahasiswa di Politeknik Federal, Swiss.
Tahukah Einstain pada waktu ia ditanya ijazahnya, ia dengan tegas mengatakan bahwa saya tidak pernah punya ijazah tapi kemampuan saya boleh di uji, ya terutama di bidang Matematika dan Fisika. Saat itu kedua pelajaran itu memang sangat di perhitungkan.

Kemudian setelah lulus Einstein kembali ke negara asalnya Jerman, dan setelah kembali ke sana ia banyak mengkritik sistem pendidikan di Jerman yang menurutnya banyak menghambat potensi unggul yang dimiliki oleh seorang anak. Ia juga banyak berseberangan dengan Otoritas Akademik di Jerman. Sehingga pada akhirnya dia memilih untuk tidak mau menjadi warga negara Jerman. Peristiwa ini terjadi pada saat Einstein berusia 20tahun.

Setelah itu Enstain mencari negara netral yang memberikan kebebasan warga negaranya untuk berekspresi, akhirnya pilihannya jatuh pada negara Swiss. Akan tetapi karena pada perang dunia kedua dia merasa terdesak oleh Nazi di Swiss, dia juga mengajukan kewarganegaraan AS. Hingga akhir hayatnya dia memiliki 2 kewarganegaraan yakni Swiss dan AS.

Kalo kita perhatikan ciri-ciri Eistein ini mirip sekali dengan anak-anak yang cenderung dominan otak kanannya. Pertama, dia tahu apa yang dia mau dan dia juga tahu apa yang dia tidak mau. Yang kedua, dia hanya mau mengerjakan apa yang dia mau, dan jika dipaksa dia cenderung akan melawan atau menghindar. Dan yang ketiga, dia sangat fokus untuk bisa mencapai apa yang dia mau hingga akhirnya ia menjadi Ilmuwan besar dunia di abad 20.

Apa kira-kira hikmah dari kisah ini.....mungkin beberap diantarnya adalah:
Yang pertama, penting bagi kita semua orang tua dan guru untuk belajar memahami potensi unggul yang dimiliki oleh masing-masing anak. Yang kedua adalah kita tidak bisa lagi memaksaakan anak untuk bisa di semua bidang mata pelajaran, dan melupakan kemampuan unggulnya. Dan yang ketiga adalah anak yang gagal di ujian bukan berarti dia gagal di kehidupan, karena bisa jadi justru soal-soal ujiannyalah yang keliru untuk menilai potensi unggul anak-anak kita.
Silahkan anda temukan sendiri apa bila masih ada hikmah lain dibalik kisah ini.

Sumber: Ayah Edy.

No comments:

Post a Comment